PENANGANAN bencana alam di berbagai daerah di Jateng menghadapi persoalan klasik masalah kewenangan. Akibatnya, meski lokasi di Jateng, tapi kewenangan ada di Pemerintah Pusat, banyak bencana alam yang tidak bisa segera tertangani secara maksimal.
Saat dialog bersama DPRD Jateng dengan tajuk Pengendalian Banjir di Jateng Senin (6/11) kemarin, kami bersepakat bahwa Jateng memang dikenal sebagai supermarket bencana. Ada beberapa titik krusial yang selalu menjadi langganan banjir dan longsor. Namun, untuk mengatasi ada problem kewenangan. Sehingga tidak bisa langsung ditangani Pemprov Jateng.

Padahal, di beberapa daerah ada beberapa titik krusial bencana yang ada hubungannya dengan obyek vital. Pertama bencana rob di Pantura, tepatnya di Kota Semarang. Sekali terjadi rob langsung menjadi perhatian banyak pihak sampai ke pusat.
Kedua bencana yang biasa terjadi di wilayah selatan sekitar Kroya. Kalau masuk Cilacap dan Purbalingga ada sungai yang limpahan airnya sering masuk ke jalan nasional saat hujan.
Saya berharap semua persoalan itu menyangkut regulasi. Diharapkan harus segera ada penyelesaian, sehingga persoalan bencana dapat segera ditangani secepatnya.

Kami mengapresiasi Dinas Pekerjaan Umum, Sumber Daya Air, dan Tata Ruang (PU SDA-Taru) yang membangun embung di sejumlah daerah cekungan. Juga upaya Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jateng yang berupaya membuat sistem resapan atau biopori di tengah masyarakat..
Untuk menanggulangi bencana, sebaiknya upayanya bukan soal pengendalian tapi pengelolaan. Dengan begitu, sejak awal pihak-pihak terkait lebih siap dalam penanganan bencana.
Saat ini, DPRD Jateng sendiri tengah menggarap Raperda Air Tanah yang diharapkan bisa mempengaruhi upaya penanggulangan dan pencegahan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor.