“PKS tidak akan keluar dari kondratnya sebagai parpol. Fungsi parpol, menurut Miriam Budiharjo, merupakan wadah komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengaturan konflik.”
TANGGAL 17-18 Oktober ini, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng menggelar Musyawarah Wilayah (Muswil) IV. Sebuah forum partai tertinggi tingkat provinsi untuk menentukan arah gerak partai ke depan. Momentum ini sekaligus menandai 17 tahun kiprah PKS dalam kehidupan politik dan pembangunan Jawa Tengah.
Selama 17 tahun berkhidmat, Pemilu 2014 menjadi momentum krusial dalam perjalanan PKS. Di tengah terpuruknya citra menjelang pemilu, PKS lolos parliamentary threshold. Bahkan secara nasional suara PKS naik dari 8,2 juta ke 8,4 juta suara. Tren kenaikan juga terjadi di Jateng. PKS meraup 1,17 juta dari sebelumnya 1,005 juta suara. Perolehan kursi di Jateng meningkat dari 120 kursi DPRD kota/kabupaten menjadi 133 kursi.
Namun tentu sebagai remaja yang sedang tumbuh, PKS ingin berkembang. Meminjam istilah Presiden PKS Muhammad Shohibul Iman, PKS ingin naik level dari partai menengah ke papan atas.
PKS tidak akan keluar dari kondratnya sebagai parpol. Fungsi parpol, menurut Miriam Budiharjo, merupakan wadah komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik, dan pengaturan konflik. Dalam fungsi sebagai pengaturan konflik, PKS menunjukkan soliditas saat terkena masalah maupun ketika melakukan regenerasi kepemimpinan. Demokratisasi ala PKS menghadirkan suksesi kepemimpinan yang tanpa konflik. Namun keinginan untuk tumbuh memerlukan transformasi gerakan menjadi partai modern.
Dalam dimensi politik, partai modern memiliki beberapa tantangan. Pertama, sistem kaderisasi. Pertambahan jumlah dan peningkatan kualitas merupakan tantangan terbesar sebuah parpol. PKS mampu menyematkan diri dalam kelompok partai dengan kader militan, namun harus meningkatkan di sisi kapasitas.
Di dunia maya, kelompok kader PKS sering dijadikan objek untuk memperbesar skala opini, terlibat dalam konflik opini yang terlalu tajam. Ketaatannya menyebabkan mereka sukarela meng-copy paste dan me-share berita yang bisa jadi merugikan PKS secara kelembagaan.
Kedua, pertumbuhan struktur. Kehadiran parpol sering ditandai oleh masyarakat hanya saat menjelang kontestasi lima tahunan. Munculnya defenisi baru di tengah masyarakat dalam kontestasi pemilihan pejabat publik dengan istilah demokrasi NPWP (nomer piro wani piro), seolah semakin menjauhkan partai dari masyarakat. Dalam hajatan lima tahunan partai selalu berebut simpati dengan berbagai cara.
Kehadiran partai selain dilihat dari kiprah kadernya, tergantung dari jendela partai berupa struktur di lapangan. Struktur berfungsi sebagai kepanjangan tangan kebijakan partai, tempat diskusi dan berkeluh kesah masayakat.
Ketiga, kemandirian pendanaan. Adanya larangan parpol memiliki badan usaha langsung, minim perhatian pemerintah berupa bantuan dana operasional parpol, menjadikan parpol harus memutar otak untuk menghidupi mesin politiknya.
Faktanya, banyak parpol gagal dalam masalah ini. Redupnya denyut dinamika partai sebagian besar karena minimnya dana. Tak jarang partai terlibat permasalahan hukum kasus korupsi karena alasan dana operasional partai. Mencari sumber dana yang dibenarkan dari sisi hukum adalah tantangan partai kedepan.
Kesertaan kader dan masyarakat untuk secara ikhlas menjadi donatur permanen bagi partai harus mampu diwujudkan. Tentu masyarakat dan kader akan ikhlas memberi jika merasa partai itu bermanfaat bagi dirinya.
Dalam skala kecil, PKS sudah mampu memulai. Gelaran Munas IVPKS yang didanai dari gerakan lima puluh ribu kader (galibu), pembanguan kantor DPW dengan gerakan infak markas dakwah, gerakan jihad ma’ali (jihad harta) untuk pencalonan kepala daerah sudah ditunjukkan. Namun PR utamanya adalah memperbesar skala keterlibatan dan skala nominal.
Keempat, optimalisasi peranan. Sebagai entitas partai, PKS jangan hanya asyik dengan kehidupan sendiri. Ungkapan masyarakat, PKS memang baik namun belum memberi warna bagi masyarakat tidak boleh lagi didengar.
Tema besar ‘’Berkhidmat untuk Rakyat’’ yang diusung PKS dalam Munas terakhir, tentunya untuk lebih meningkatkan peran PKS di semua lini.
Untuk tumbuh besar, PKS harus dapat meracik resep kewajaran dan percepatan. Berkembang alamiah dan berani melakukan terobosan dengan logika voter adalah tantangan terbesar. Meminjam istilah pengamat politik Undip Budi Setiyono, PKS saat ini sudah sistematik dalam perencanaan dan gerak. Namun permasalahannya adalah sabar atau tidak untuk menahan godaan keinginan untuk menjadi besar secara instan. (43)
-Hadi Santoso, ketua Badan Pemenangan Pemilu dan Pilkada Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Jateng
Diterbitkan di kolom wacana lokal Suara Merdeka edisi Senin (19/10/2015)